Berdasarkan data yang dihimpun Upeks, selain real cost yang dinilai tidak wajar dalam pengadaan WIFI yang jumlahnya mencapai Rp338.976.000, terdapat beberapa kejanggalan lain dalam penetapan PT Liqonet sebagai pemenang tender. |
Diduga, telah terjadi manipulasi data. Dimana, peserta tender tidak dengan sebenarnya masuk sebagai peserta. Bahkan, satu perusahaan berinisial “T” hanya mendaftar dan tidak mengajukan dokumen penawaran. Sedangkan, satu perusahaan lagi dokumennya tidak lengkap. Sesuai mekanisme pelelangan, seharusnya tender diumumkan kembali secara terbuka dan dilakukan proses tender awal. Namun, hal tersebut tidak dilakukan dan cenderung mengarahkan PT Liqonet sebagai pemenang tender. Secara prinsip, panitia pengadaan, pejabat pelaksana teknis kegiatan, pejabat pembuat komitmen dan atau kuasa pengguna anggaran telah melakukan perbuatan melawan hukum. Kejanggalan lainnya, penyedia jasa provider semestinya tidak ikut dalam suatu tender karena terhalang akan ketentuan Undang-undang Persaingan Usaha. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT Transnetwork Communication Asia (TCA) adalah pemilik layanan internet, Broadband VSAT, Wireline & Wireless Jaringan, serta Teknologi Informasi, yang selanjutnya PT Liqonet adalah perusahaan lokal yang terafiliasi (Credentials PT Transnetwork Communication Asia) bersama beberapa perusahaan lainnya, baik nasional maupun lokal. Dari data tersebut, maka PT Liqonet seharusnya tidak boleh ikut dalam tender tersebut karena merupakan Credentials PT Transnetwork Communication Asia. Dimana, penyewaan Broadband/Bandwith seharusnya langsung dilakukan oleh pengguna jasa kepada pemenang tender untuk selanjutnya menyewa layanan yang dibutuhkan sesuai dokumen tender. Kalau dipilih layanan PT Transnetwork Communication Asia, maka bisa melalui PT Liconet. Bisa pula melalui layanan Biz.Net, Indosat.Net, Cloud.Net, Telkomspeedy.Net yang juga memiliki kehandalan layanan dan transparansi harga sewa (rate tariff) serta dapat diakses/dibaca secara luas melalui internet pada alamat website masing-masing. Pengamat Hukum Irwan Muin, menilai, perangkat keras yang dibutuhkan dan dipasang untuk pengadaan jaringan internet di suatu lembaga atau instansi, adalah barang yang sangat terukur dan secara transparan diketahui harga per jenis dan mereknya. Sehingga, mudah mengetahui berapa sesungguhnya kerugian yang ditimbulkan akibat harga perkiraan sendiri yang ditetapkan oleh pejabat pelaksana teknis kegiatan. “Harga perangkatnya kan gampang diketahui sesuai jenis dan mereknya. Kalau memang harga yang ditetapkan tidak wajar, tentunya bisa digolongkan ke dalam mark up,” ujarnya. Ia mengatakan, terkait mekanisme proses tender, sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. “Kalau soal mekanisme pelelangan kan sudah diatur dengan jelas dalam Perpres 54 tahun 2010. Sehingga, kalau dari proses awalnya saja sudah ada kejanggalan, sudah sepatutnya aparat penegak hukum menindaklanjuti. Apalagi, kalau sudah ada laporan dari masyarakat, |
Post Random
- Beranda
- Manipulasi Data
- Menelusuri Dugaan Mark Up Pengadaan WIFI di DPRD Makassar
Menelusuri Dugaan Mark Up Pengadaan WIFI di DPRD Makassar
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments to Menelusuri Dugaan Mark Up Pengadaan WIFI di DPRD Makassar :
Post a Comment